Foto Sampul
← Kembali

Tunjangan DPRD bukan Sekadar Angka-angka tapi Sudah Berbasis Kinerja

Polemik kenaikan tunjangan DPR yang memicu aksi massa di pusat kini mulai merembet ke DPRD daerah, termasuk DPRD Provinsi NTT, adalah hal wajar dalam demokrasi. Akan tetapi tidak bisa disamaratakan. Namun, persoalan tunjangan DPR pusat dan DPRD daerah memiliki kepentingan yang berbeda. Karena itu, ia meminta publik memandang isu ini secara proporsional.Penegasan itu diungkapkan Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) , Dr. Ahmad Atang, ketika dimintai tanggapannya, Minggu (7/9/2025).

“Kalau kita melihat Pergub Nomor 22 Tahun 2025 tentang tunjangan DPRD Provinsi NTT, itu sebenarnya bukan hal baru. Pergub tersebut sudah ada sejak 2022, hanya saja baru direalisasikan tahun ini. Jadi, gubernur sebenarnya hanya mengembalikan hak-hak DPRD,” jelas Ahmad Atang. Ia menegaskan, sejumlah hak DPRD seperti pokok pikiran (Pokir), perjalanan dinas, hingga fasilitas lainnya justru telah dipangkas menyesuaikan kemampuan keuangan daerah. Karena itu, anggapan bahwa tunjangan DPRD NTT terlalu besar bersifat relatif. “Yang mestinya jadi fokus publik bukan soal angka tunjangannya, melainkan kinerja DPRD. Hak-hak yang diterima dewan harus sebanding dengan kinerjanya. Masyarakat perlu mengawal agar DPRD lebih baik dalam mengartikulasikan kepentingan publik,” ujarnya.

Atang juga menilai tunjangan transportasi DPRD NTT masih wajar mengingat karakteristik wilayah provinsi kepulauan yang menuntut mobilitas tinggi.